Jika hidup adalah sebuah perjalanan, maka aku ibaratnya sedang berada di bawah gunung terjal. Di atas sana ku melihat teman-teman ku berhasil mencapai puncak dengan segala usaha yang mereka tempuh. Mereka tersenyum menatap langit, mereka bahagia dengan hasil yang mereka dapatkan. Tak lagi ada rasa lelah, semua terbayar dengan keindahan alam yang mereka dapatkan dipuncak sana.
Aku, merunduk, menatap tanah, aku masih disini, dibawah sini.
Adakah mereka peduli untuk menolongku naik ke atas?
Aku seperti kehilangan arah,
Aku mendilema..
Orang tua ku bilang, nak, tolong dengarkan perkataan Bunda, sayang, janganlah kau menaiki gunung yang terjal itu. Bunda tak mau ada sesuatu yang buruk terjadi pada mu sayang…
Aku menangis menatap mata Bunda yang berkaca-kaca…
Ayah, beliau hanya terdiam menggenggam tangan Bunda. Berusaha menguatkan Bunda, takut-takut aku mengambil keputusan yang akan mebuat Bunda ambruk…
Tapi Bunda, Ayah, diatas sana akan kudapati kebahagian hakiki…pliss, bun, yah,,izinkan aku mendaki gunung terjal itu…
Tolong…bolehkan aku..
Aku mulai menangis, merengek restu mereka. Aku ingin meraih kebahagiaan hakiki itu, walau ku tau, jalan yang akan ku tempuh, akan sangat berat dan mematikan.
Tapi, itulah perjuangan…
Bagi ku, hidup akan berarti jika aku mempu ke puncak sana.
Pliss bun…izinkan aku…
Kami,_Bunda, Ayah dan aku_menangis terisak.
Aku berbalik arah, menatap kembali teman-temanku yang beberapa waktu lalu ku lihat jatuh bangun mendaki gunung terjal di hadapanku ini….
Dipuncak sana mereka tampak sangat, sangat bahagia,,
Walau wajah mereka tak sama sekali terlihat, tapi aku tau, pasti mereka bahagia…
Aku pun menyeret berat kakiku menuju jalan sempit berliku, menanjak terjal..
Aku telah membulatkan tekad untuk mendaki gunung terjal itu dan meraih kebahagiaan hakiki!!, batinku
Tapi, lagi-lagi isakan tangis orang tua ku membuatku tertahan dan menunduk menatap tanah…
Tuhan….tolong aku…