HUKUM ABORSI DALAM ISLAM

HUKUM ABORSI DALAM ISLAM
A. DEFINISI KEHAMILAN DAN FASE-FASENYA
a. Definisi Kehamilan
Menurut bahasa, haml (kehamilan) berarti raf’ (mengangkat) dan ‘uluq (kehamilan). Sedangkan menurut istilah, haml berarti membawa, maksudnya membawa benda dan semisalnya, dan berarti ‘uluq (mengandung), maksudnya adalah anak yang dalam perut perempuan.
b. Fase-Fase Kehamilan
Janin dalam rahim seorang ibu sejak dikandung hingga kelahiran, akan melalui fase-fase yang dsebutkan Allah dalam firmanNya:
             •                        
Artinya: Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.(QS. Al-Mukminun 12-14)
Dari ayat-ayat diatas, jelas bahwa kehamilan melalui fase-fase pokok sebagai berikut:
• Nuthfah
Adalah sperma laki-laki dan indung telur perempuan apabila bersatu di dalam rahim perempuan, dan itulah fase pertama janin.
• ‘Alaqoh
Adalah segumpal darah yang membeku yang tercipta dari campuran sperma laki-laki dan sel telur perempuan.
• Mudghoh
Adalah sepotong daging yang seukuran kunyahan yang terbentuk dari ‘alaqoh.
Tiga fase kehamilan ini masing-masing memakan waktu empat puluh hari sebelum beralih ke fase berikutnya. Apabila janin telah mencapai masa 120 hari, maka ditiupkanlah kepadanya ruh dan menjadi ciptaan yang baru.
c. Penciptaan Janin
Penciptaan janin dimulai pada hari ketujuh sejak awal bertemunya sperma laki-lak dan indung telur perempuan, dan penciptaannya terus menerus hingga ditiupkan ruh di dalamnya pada fase akhir mudhgoh, kemudian terus berkembang hingga kelahirannya.
d. Pembentukan Janin
Ada banyak dalil yang menunjukkan bahwa penciptaan berbeda dengan pembentukan. Antara lain:
               
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada Para Malaikat: "Bersujudlah kamu kepada Adam", Maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak Termasuk mereka yang bersujud. (QS. Al-A’raf: 11)
e. Waktu Peniupan Ruh Ke Janin
Ruh ditiupkan ke dalam janin setelah tiga fase: nuthfah, ‘alaqoh, dan mudhgoh. Masa setiap fase adalah empat puluh hari. Jadi, peniupan ruh terjadi setelah seratus duapuluh hari.
B. ABORSI, BERBAGAI SEBAB DAN CARANYA
a. Definisi Aborsi
Ijadh (aborsi) berarti menggugurkan kandungan yang kurang masanya atau kurang kejadiannya. Lafadz ijadh memiliki beberapa sinonim seperti isqath (menjatuhkan), ilqa’ (membuang), tharah(melempar), imlash (menyingkirkan).
b. Sebab-Sebab Aborsi
Sebab aborsi sangat beragam. terkadang janin digugurkan karena permintaan dari ibu atau selainnya karena beragam sebab. Sebab yang paling penting adalah
1. Tujuan menggugurkan janin karena takut miskin atau penghasilan yang tidak memadai. Aborsi dilarang berdasarkan firman Allah
          •     
“ Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (QS. Al-Isra: 31)
2. Karena ibu khawatir anak yang tengah disusuinya terhenti mendapatkan ASI.
3. Takut janin tertular penyakit yang diderita Ibu atau ayahnya.
4. Kekhawatiran akan kelangsungan hidup apabila kehamilan membahayakan kesehatannya.
5. Niat menggugurkan janin pada kandungan kehamilan yang tidak disyari’atkab akibat perzinahan.
Terkadang aborsi janin bukan merupakan tujuan, seperti seandainya ibu meminum obat atau mengangkat beban berat atau mencium bau tidak sedap yang menyebabkan gugurnya janin.
c. Cara-Cara Aborsi
Cara aborsi dapat dikelompokkan pada tiga jenis:
• Cara-cara aktif, contohnya: tindakan kejahatan terhadap ibu seperti pukulan dan sejenisnya.
• Cara-cara pasif, contohnya: ibu tidak mau mengkonsumsi obat atau makanan bergizi yang berguna untuk menjaga kehamilan, padahal ia tahu itu bisa berpengaruh buruk terhadap janin.
• Cara-cara medis, contohnya: menginjeksi zat prostegelamizin yang membunuh janin dengan cara menyuntikkannya pada pembuluh darah atau urat, atau rahim. Melakukan operasi currete atau membersihkan rahim. Melakukan operasi medis menyerupai Caesar untuk mengeluarkan janin dari rahim.
C. ABORSI SEBELUM DITIUPKANNYA RUH
a. Mazhab Syafi’i
Ulama-ulama dari mazhab syafi’I berselisih pendapat mengenai aborsi sebelum 20 hari. Ulama yang mengharamkan antara lain Al-imad, sedangkan lainnya seperti Abi Saad membolehkan selama masih berupa nithfah dan alaqoh dan lainnya lagi membolehkan sebelum janin berusia 120 hari, yakni sebelum janin diberi ruh.
Imam Ghazali (450-505 H/1058-1111M) salah seorang mazhab fikih kenamaan, sangat tidak setuju pelenyapan janin, walaupun baru berbentuk nuthfah. Pelenyapan nuthfah ia kategorikan sebagai jinayah meski kadarnya kecil.
Sementara ulama Syafi’I yang lainnya mengatakan bahwa aborsi diizinkan aepanjang janin yang berada dalam kandungan belum berbentuk manusia, yakni belum terlihat bentuk tangan dan kakinya, tidak pula kepala dan rambut dan bagian-bagian tubuh lainnya. Ulama yang membolehkan aborsi sebelum berbentuk mudhgoh atau belum melewati 42 hari adalah al-Ramli dalam kitab nihayah, mengatakan dengan alasan karena belum adanya pennyawaan pada janin itu. Meski demikian, jika usia janin sudah mendekati usia 40 hari maka aborsi di maksruhkan karena tidak seorangpun mampu mengetahui kapan kepastian ruh itu ditiupkan kepada si janin. Dan yang pasti, aborsi dalam bentuk apapun harus disertai dengan alasan yang syar’i/ sesuai dengan syara’.
Begitu juga imam nawawi mengharamkan aborsi pada tahap mudhgoh.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kesepakatan ulama syafi’iyyah, aborsi haram dilakukan terhadap janin setelah peniupan ruh. Namun ulama yang berpendapat bahwa peniupan ruh terjadi setelah kandungan berusia 120 hari lebih banyak ketimbang ulama yang mengatakan setelah kehamilan berusia 42.
Akibat hukum bagi pelaku aborsi setelah ditiupkannya ruh, menurut mayoritas jumhur ulama syafi’iyyah sepakat pelakunya harus membayar kompenasasi (ghurrah).
b. Mazhab Hanafi
Ulama hanafiyah termasuk ulama yang paling longgar dalam memandang kasus aborsi sebelum 120 hari. Mereka membolehkan aborsi sebelum ditiupkannya ruh, tetapi harus disertai syarat-syarat yang rasional. Disini yang perlu diperhatikan adalah syarat yang ditetapkan.
Dituturkan oleh Imam Muhammad dalam kitab Jami’ Ahkam As-Shigor tentang hukum penngguguran janin sebelum ditiupkannya ruh sebagai berikut: “Apakah pengguguran janin sebelum ditiupkannya ruh itu dimakruhkan ?” Para syaikh dari mazhab hanafi umumnya mengatakan tidak makruh. Namun imam Al-Qami’ mengatakan makruh.
Yang jelas, pembolehan abors pada janin sebelum ditupkannya ruh harus disertai alasan syar’I dan boleh bukan berarti pelaku lantas bebas dari dosa . sebab ulama hanafiyah menganggap perlu untuk menghukum dengan ta’zir bila janin yang dilenyapkan sudah pada tahap mudhgoh.
c. Ulama Malikiyyah
Ulama malikiyyah dikenal ulama yang sangat hati-hati dalam memnyikapi masalah aborsi. Menurut mereka, janin tidak boleh diganggu bahkan sejak pembuahan sekalipun.
Imam malik menganggap masa konsepsi sebagai awal kehidupan manusia Karena itu aborsi sejak awal tidak dibenarkan.
Jumhur ulama malikiyyah menyepakati keharaman pengguguran janin dalam bentuk apapun, termasuk pelenyapan hasil pembuahan kecuali dalam keadaan darurat, misalnya untuk menyelamatkan jiwa ibunya.
d. Mazhab Hambali
Ulama hanabilah termasuk ulama yang sangat hati-hati dalam pemberian fatwa mengenai aborsi. Mereka bahkan mewajibkan orang-orang yang bertanggungjawab untuk membayar diyat kamilah jika aborsi dilakukan setelah janin lewat enam bulan. Alasan mereka adalah janin pada usuia setengah tahun ke atas sudah termasuk sempurna dan diyakini akan mampu bertahan hidup jika lahir premature. Oleh sebab itu siapapun yang merusak dan melakukan jinayah terhadap anak dalam kandungan tersebut dikenai sanksi hukman yang berat.
D. ABORSI SETELAH DITIUPKANNYA RUH
Aborsi tidak terlepas dari kondisi sebelum ditiupkannya ruh ke janin, yatu sebelum empat bulan pertama kehamilan, atau sesudahnya.
Tidak ada perselishan di antara ahli fikih seputar pengharaman aborsi setelah ditiupkannya ruh ke janin dan bahwa unsur sengaja dalam aborsi dianggap sebagai tindak kejahatan yang mengakibatkan hukuman, karena aborsi ini menghilangkan nyawa anak adam yang hidup.
Ada banyak dalil dalam al-qur’an antara lain QS Al-Isra:33 yang artinya “ Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. dan Barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan”. (QS Al-Isra:33)
Sedangkan dari sunnah Rasulullah, keharaman membunuh anak, termasuk aborsi dijelaskan oleh banyak hadis, salah satunya adalah:
Diriwayatkan dari Abdullah bin mas’ud ra, bahwa seorang laki-laki bertanya ke[ada Rasulullah, “Dosa apaa yang paling besar disisi Allah?” Beliau menjawab, “Kau menjadikan tandingan-tandinganbagi Allah sedangkan Dia menciptakanmu.” Ia bertanya, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Kau membunuh anakmu karena takut makan beramamu.” Ia bertanya, “Kemudian apa?” Beliau menjawab “Kau menzinahi istri tetanggamu”. (HR. Muslim).
Dari segi ijma’ ulama, tidak ada perbedaan pendapat diantara mereka mengenai keharaman aborsi setelah peniuupan ruh. Telah ditetapkan, apabila ruh telah ditiupkan ke janin, maka hokum aborsi adalah haram, karena merupakan pembunuhan.
Mengenai kehidupan seorang ibu yang terancam kehidupannya karena janin yang dikandung, apakah boleh janin tersebut diaborsi, ada yang berpendapat tetap diharamkan aborsi, namun ada pula yang membolehkannya.
Alasan yang mengharamkan aborsi karena bahaya bagi ibu itu tidak pasti (hanya hal yang bersifat dugaan saja). Maka tidak boleh menolak bahaya yang masih dugaan saja dengan menghilangkan nyawa anak yang sudah hidup di dalam rahim yang dapat dipastikan kelangsungan hidupnya.
Sedangkan alasan ulama yang membolehkan adalah:
Karena ada qaidah fiqhiyyah berupa “Dharurah membolehkan larangan”. Oleh karena itu mengenai janin yang membahayakan ibu, saat ini sudah bisa dipastikan dengan alat-alat kedokteran yang canggih. Meskipun demikian tidak sepatutnya terburu-buru mengaborsi janin yang telah ditiupkan ruh padanya hanya karena takut. Bahkan aborsi tidak boleh dilakukan kecuali kekhawatiran dan dharurat tertinggi, seperti “jika janin tidak di aborsi, maka ibu dan janin akan meninggal bersamaan”.
E. HUKUMAN BAGI PELAKU ABORSI
Aborsi tanpa alasan medis adalah suatu tindakan kejahatan yang dilakukan dalam keadaan sadar. Tentunya hal ini pantas mendapatkan hukuman. Jika yang melakukan aborsi secara sengaja tanpa ada alasan medis baik pada kandungan sebelum empat bulan apalagi setelah empat bulan harus dikenai hukuman denda. Menurut Yusuf Qaradhawi pelaku harus dikenakan hukuman diyat jika bayi itu lahir kemudian mati. Dan denda harta yang lebih ringan dari diyat jika bayi itu lahir dalam keadaan mati. Denda itu wajib dibayar oleh pelaku yang terlibat dalam tindakan aborsi. Bisa dokter, dukun atau perempuan itu sendiri.
F. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
NOMOR : 4 TAHUN 2005
Tentang
A B O R S I
Bismillahirrahmaanirrahiim
Majelis Ulama Indonesia, setelah
Menimbang :
a. bahwa akhir-akhir ini semakin banyak terjadi tindakan aborsi yang dilakukan oleh masyarakat tanpa memperhatikan tuntunan agama;
b. bahwa aborsi tersebut banyak dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak memiliki kompetensi sehingga menimbulkan bahaya bagi ibu yang mengandungnya dan bagi masyarakat umumnya;
c. bahwa aborsi sebagaimana yang tersebut dalam point a dan b telah menimbulkan pertanyaan masyarakat tentang hukum melakukan aborsi, apakah haram secara mutlak ataukah boleh dalam kondisi-kondisi tertentu;
d. bahwa oleh karena itu, Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum aborsi untuk dijadikan pedoman.
Mengingat :
1. Firman Allah SWT :
Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya). (QS. al-An`am[6]:151).
”Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa besar.” (QS. al-Isra`[17]:31).
”Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. Dan orang-orang yang berkata: ”Ya, Tuhan kami, jauhkan azab Jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal”. Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alas an) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.” (QS. al-Furqan[25]:63-71).
“Hai Manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.” (QS. al-Hajj[22]:5)
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging, Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (QS: al-Mu`minun[23]:12-14)
2. ”Seseorang dari kamu ditempatkan penciptaannya di dalam perut ibunya dalam selama empat puluh hari, kemudian menjadi `alaqah selama itu pula (40 hari), kemudian menjadi mudhghah selama itu pula (40 hari); kemudian Allah mengutus seorang malaikat lalu diperintahkan empat kalimat (hal), dan dikatakan kepadanya: Tulislah amal, rizki dan ajalnya, serta celaka atau bahagia-(nya); kemudian ditiupkan ruh padanya.” (Hadits riwayat Imam al-Bukhari dari `Abdullah).
”Dua orang perempuan suku huzail berkelahi. Lalu satu dari keduanya melemparkan batu kepada yang lain hingga membunuhnya dan (membunuh pula) kandungannya. Kemudian mereka melaporkan kepada Rasulullah. Maka, beliau memutuskan bahwa diat untuk (membunuh) janinnya adalah (memberikan) seorang budak laki-laki atau perempuan.” (Hadist muttafaq `alaih –riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim- dari Abu Hurairah; lihat `Abdullah bin`Abdur Rahman al-Bassam, Tawdhih al-Ahkam min Bulugh al-Maram, [Lubnan: Mu`assasah al-Khidamat al-Thiba`iyyah, 1994], juz V, h.185):
”Tidak boleh membahakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.” (Hadist riwayat Ibnu Majah dari `Ubadah bin al-Shamit, Ahmad dari Ibn `Abbas, dan Malik dari Yahya).
3. Qaidah Fiqih :
”Menghindarkan kerusakan (hal-hal negatif) diutamakan dari pada mendatangkan kemaslahatan.”
”Keadaan darurat membolehkan hal-hal yang dilarang (diharamkan).”
”Hajat terkadang dapat menduduki keadaan darurat.”
Memperhatikan :
1. Pendapat para ulama :
a. Imam al-Ghazali dari kalangan mazhab Syafi`I dalah Ihya` `Ulum al-Din, tahqiq Sayyid `Imrab (al-Qahirah: Dar al-Hadits, 2004), juz II, hal.67 : jika nutfah (sperma) telah bercampur (ikhtilah) dengan ovum di dalam rahim dan siap menerima kehidupan (isti`dad li-qabul al-hayah), maka merusaknya dipandang sebagai tindak pidana (jinayah).
b. Ulama Al-Azhar dalam Bayan li-an-Nas min al-Azhar asy-Syarif (t.t.: Mathba`ah al-Mushhaf al-Syarif, t.th.), juz II, h. 256 :
Jika aborsi dilakukan sebelum nafkhi ar-ruh, maka tentang hukumnya terdapat empat pendapat fuqaha`.Pertama, boleh (mubah) secara mutlak, tanpa harus ada alasan medis (`uzur); ini menurut ulama Zaidiyah, sekelompok ulama Hanafi –walaupun sebagian mereka membatasi dengan keharusan adanya alasan medis, sebagian ulama Syafi`i, serta sejumlah ulama Maliki dan Hanbali.Kedua, mubah karena adala alasan medis (`uzur) dan makruh jika tanpa `uzur; ini menurut ulama Hanafi dan sekelompok ulama Syafi`i. Ketiga, makruh secara mutlak; dan ini menurut sebagian ulama Maliki. Keempat,haram; ini menurut pendapat mu`tamad (yang dipedomani) oleh ulama Maliki dan sejalan dengan mazhab Zahiri yang mengharamkan `azl (coitus interruptus); hal itu disebabkan telah adanya kehidupan pada janin yang memungkinkannya tumbuh berkembang.
Jika aborsi dilakukan setelah nafkhi ar-ruh pada janin, maka semua pendapat fuqaha` menunjukkan bahwa aborsi hukumnya dilarang (haram) jika tidak terdapat `uzur; perbuatan itu diancam dengan sanksi pidana manakala janin keluar dalam keadaan mati; dan sanksi tersebut oleh fuqaha` disebut dengan ghurrah.
c. Syaikh `Athiyyah Shaqr (Ketua Komisi Fatwa Al-Azhar) dalam Ahsan al-Kalam fi al-Taqwa, (al-Qahirah: Dar al-Ghad al-`Arabi, t.th.), juz IV, h. 483:
Jika kehamilan (kandungan) itu akibat zina, dan ulama mazhab Syafi`i membolehkan untuk menggugurkannya, maka menurutku, kebolehan itu berlaku pada (kehamilan akibat) perzinaan yang terpaksa (perkosaan) di mana (si wanita) merasakan penyesalan dan kepedihan hati. Sedangkan dalam kondisi di mana (si wanita atau masyarakat) telah meremehkan harga diri dan tidak (lagi) malu melakukan hubungan seksual yang haram (zina), maka saya berpendapat bahwa aborsi (terhadap kandungan akibat zina) tersebut tidak boleh (haram), karena hal itu dapat mendorong terjadinya kerusakan (perzinaan).
2. Fatwa Munas MUI No.1/Munas VI/MUI/2000 tentang Aborsi.
3. Rapat Komis Fatwa MUI, 3 Februari 2005; 10 Rabi`ul Akhir 1426 H/19 Mei 2005 dan 12 Rabi`ul Akhir 1426 H/21 Mei 2005.
Dengan memohon taufiq dan hidayah Allah SWT
MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWA TENTANG ABORSI
Pertama : Ketentuan Umum
1. Darurat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mati atau hampir mati.
2. Hajat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mengalami kesulitan besar.
Kedua : Ketentuan Hukum
1. Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi).
2. Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat.
a. Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilah yang membolehkan aborsi adalah:
1. Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC dengan caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh Tim Dokter.
2. Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu.
b. Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan aborsi adalah:
1. Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetic yang kalau lahir kelak sulit disembuhkan.
2. Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh Tim yang berwenang yang didalamnya terdapat antara lain keluarga korban, dokter, dan ulama.
c. Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud huruf b harus dilakukan sebelum janin berusia 40 hari.
3. Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina.
Keputusan fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap muslim yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 12 Rabi`ul Akhir 1426 H
21 Mei 2005
G. KESIMPULAN
Hukum aborsi dalam pandangan Islam menegaskan keharaman aborsi jika umur kehamilannya sudah 4 (empat) bulan, yakni sudah ditiupkan ruh pada janin. Untuk janin yang berumur di bawah 4 bulan, para ulama telah berbeda pendapat. Jadi ini memang masalah khilafiyah. Namun menurut pemahaman kami, pendapat yang rajih (kuat) adalah jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja'iz) dan tidak apa-apa tapi tetap harus di iringi dengan alasan yang syar’i.