AKHLAK

AKHLAK
A. Pengertian Akhlak
Pengertian akhlak dari segi bahasa adalah perangai, tabiat, watak dasar kebiasaan, sopan dan santun agama. Dengan demikian pengertian yang diberikab Jamil Shaliba dalam bukunya al mu’jam sl falsafi, halaman 539.
Secara linguistic kata khlak merupakan isim jamid atau isim ghoiru mustaq yaitu isim yang tidak mempunyai akar kata, melainkan kata itu memang begitu adanya. Kata khlak adalah jamak dari kholqun atau khuluq yang artinya sama dengan akhlak sebagaimana telah dsebutkan di atas. Baik kata khlak atau khuluq kedua-duanya dijumpai pemakaiannya di dalam al-qur’an maupun hadis.
Akhlak dari segi bahasa ini embantu kita dalam menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah. Namun demikian pengertian akhlak dari segi bahasa ini sering digunakan untuk mengartikan akhlak secara umum. Akibatnya segala sesuatu perbuatan yang sudah dibiasakandalam masyarakat, atau nilai-nilai budaya yang berkembang dalam masyarakat disebut akhlak. Demikian pula aturan baik dan buruk yang berasal dari pemikiran manusia, seperti etika, moral, adat kebiasaan juga dinamakan akhlak. Persepsi ini tidak sepeniuhnya benar, sebab antara akhlak, moral, etika, adat kebiasaan terdapat perbedaan. Akhak bersumber pada agama, sedangkan yang lainnya berasal dari pemikiran manusia.
Perlu dijelaskan akhlak menurut istilah yang diberikan para ahli dibidangnya. Ibnu miskawaih, sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dalam kitabnya Tahzibul Akhlak. Dalam masalah ini ia termasuk pemikir islam yang terkenal. Dalams etiap pembahasan akhlak islam, pemikirannya selalu menjadi perhatian orang. Ia mengatakan bahwa akhlak adalah:
حال للنفس داعية لها الي افعالها من غير فكر وروية
Artinya: sikap yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan tanpa melakukan pemikiran dan pertimbangan lagi.
Dalam konsepnya, akhlak adalah suatu sikap mental (halun linnafs) yang mendorong untuk berbuat tanpa piker dan pertimbangan. Keadaan atau sikap jiwa ini tebragi menjaaaaadi du: ada yang berasal dari watak (tempramen) dan ada yang berasal dari ebiasaan dan latihan. Dengan kata lain tingkah laku manusia mengandung dua unsure : unsure watak naluri dan unsure usaha lewat kebiasaan dan latihan.
Sementara itu Imam A- Ghazali mengatkan bahwa ahlak tidak hanya terbatas pada apa yang dikenal dengan “teori menengah” dalam keutamaan seperti apa yang disebut aristotelels, dan pada sejumlah sifat keutamaan yang bersifat pribadi, tetapi juga menjangkau sejumlah sifat keutamaan akali dan amali, perorangan dan masyarakat. Semua sifat ini bekerja dalam satu kerangka umum yang mengarah kepada suatu sasaran dan tujuan yang telah ditentukan.
Akhlak menurut al ghazali mempunyai tiga dimensi:
- Dimensi diri, yakni orang dengan dirinya dan Tuhannya, seperti ibadah dan sholat.
- Dimensi social, yakni masyarakat, pemerintah dan pergaulan sesamanya.
- Dimensi metafisis, yakni akidah dan pegangan dasarnya.
al ghazali member definisi akhlak sebagai berikut:

عبرةعن هيئة في النفس را شخة,عنها تصدرالافعال بسهولة ويسري من غير حاجة الي فكر و روية فان كانت الهيئة بحيث تصدر عنها لافعل بجميلة المحمودة عقل و شرعا سميت تلك الهيئة خلقا حسنا وان كان الصادر عنها الافعال القبيحة سميت الهيئة التى هى المصدر خلق شيئا

Artinya: akhlak adalah suatu siskap (hay’ah) yang mengakar dalam jiwa yang dariny lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan pertimbangan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal dan syara’, maka ia disebut akhklak yang baik. Dan jika yang lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak tercela”.
Dengan demikian, akhlak itu mempunyai empat syarat:
- Perbuatan baik dan buruk
- Kesanggupan melakukannya
- Mengetahuinya
- Sikap mental yang membuat jiwa cenderung pada salah satu dua sifat tersebut, sehingga mudah melakukan yang baik atau yang buruk.
Sedangkan menururt al farabi, ia menjelaskan akhlak itu bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan yang merupakan tujuan tertinggi yang dirindui dan diusahakan oleh stiap orang. Jika diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa seluruh definisi akhklak sebagaimana tersebut di atas tidak bertentangan melainkan sdaling melengkapi, yaitu suatu sifat yang tertanam kuat dalam jiwa yang tampakdalam perbuatan lahiriah yang dilakuakn dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran lagi dan sudah menjadi kebiasaan.
Dorongan lain yang tersembunyi dalam diri manusia adalah berpegang pada nilai-nilai moral dan ini tergolong pada kategri nilai-nilai utama yang dalam konteksnya biasa disebut dengan akhlak yang baik. Manusia memiliki kecenderungan terhadap banyak hal, diantaranya ada yang member manfaat secara fisik kepadanya, misalnya senang tehadap harta. Sebab harta memang member manfaat kepada manusia dalam menutupi berbagai kebutuhan materil.
Lebih lanjut perkataan moral berasal dari bahasa latin “mores” kata jamak dari “mos” yang berarti adat kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia moral diterjemahkan dalam arti susila. Yang dimaksud dengan moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan yang wajar. Jadi sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan yang oleh umum diterima yang meliputi kelompok social atau lingkungtan tertentu. Dengan demikian jelas kesamaan etika dan moral. Namun ada pula perbedaannya, yakni etika lebih bersifat teori sedangkan moral lebih bersifat praktis. Sedangkan menurut Zakiah Daradjat moral adfalah suatu masalah yang menjadi perhyatian orang dimana saja baik dalam masyarakat yang telah maju maupun masyarakat yang masih terbelakang.
Etika
Etika adalah suatu ilmu yang menjelaskan baik dan buruk, menerangkan apa yag seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia kepada yang lainnya, menyetakan tujuan yang harus dituju oleh manusia didalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat. Dapat diketahui bahwa etika untuk menyelidiki segalaperbuatan manusia kemudian menetapkan hukun seperti ini, karena perbuatan manusia ada yang timbul tiada dengan kehendak seperti bernafas, detak jantung dan memicingkan mata, maka ini bukanlah pokok persoalan etika. Dan tidak dapat member hukum baik atau buruk.
Dan apabila ada perbuatan yang timbul karena kehendak dan setelah piker matang-matang akan buah adan akibatya, maka itulah yang disebut dengan perbuatan kehendak, perbuatan mana harus diberi hukum baik atau buruk dan dapat dituntut.
Menurut pandangan filsafat etika memandang prilaku perbuatan manusia secara universal sedangkan moralsecara local menyatakan ukuran dan etika menjelaskan ukuran itu.
Abu a’la al maududi memberikan garis tegas antara moral sekuler dengan moraql islam. Moral sekuler adalah yang bersumber dari ikiran prasangka manusia yang beraneka ragam. Sedangkan moral islam bersandar pada bimbingan dan petunjuk Tuhan dalam al qur’an.

Sejarah perkembangan akhlak
Akhlak pada zaman Yunani dan Abad Pertengahan
Diduga yang pertama kali mengadakan penyelidikan tentang akhak yang berdasarkan ilmu pengetahuan ialah bangsa Yunani. Ahli-ahli filsafat Yunani kuno tidak banyak memperhatikan pada akhlak, tapi kebanyakan penyelidikannya mengenai alam sehingga datangnya Sephistician (500-450 S-M).arti sephisticians adalah orang yang bijaksana. (sufisemm artinya orang-orang yang bijak). Pada masa itu akhlak terungkap dengan kata etika dengan arti yang sama.
Golongan ahli-ahli flsafat dan menjadi guru yang tersebar dibeberapa negri. Buah pikiran dan pendapat mereka berbeda-beda akan tetapi tujuan mereka adalah satu yaitu menyiapkan angkatan muda bangsa Yunani agar menjadi nasionalis yang baik lagi merdeka dan mengetahui kebijakn mereka terhdap tanah airnya.
Pandangan tentang kewajiban-kewajiban ini menimbulkan pandangan mengenai sebagian tradisi lama dan pelajaran-pelajaran yang dilakukan oleh orang-orang yang dahulu, yang demikian itu tentu membangkitkan kemarahan kaum yang konserfatif. Kemudian datag filsafah yang lain dan ia pun menentang dan mengecam mereka. Dan ia pun menuduh mereka suka mempermainkan dan memutar balikkan kenyataan. Oleh karena itu buruklah nama mereka. Kemudian datang pula sokrates dengan menghadapkan perhatiannya kepada penyelidikan didalam akhlak dan hubungan manusia satu dengan yang lainnya.
Socrates terpandang sebagai perintis ilmu akhlak, karena ia pertama yang mengusahakan dengan sungguh-sungguh membentuk perhubungan manusia dengan dasar ilmu pengetahuan. Dia berpendapat bahwa akhlak dan bentuk perhubungan itu tidak menjadi benar kecuali bila didasarkan kepada ilmu pengetahuan, sehingga ia berpendapat bahwa keutamaan itu adalah ilmu.
Karena tidak diketahuinya pandangan Socrates mengenai tujuan yang terakhir tentang akhlak atau ukuran untuk mengetahui baik dan buruk sebuah perbuatan, maka timbullah beberpa golongan yang berbeda-beda pendapatnya tentang tujuan akhlalk, lalu muncul beberapa paham mengenai akhlak sejak zaman itu hingga sekarang ini. “Cynics” dan “Cyrenics” kedua pengikut Socrates.
Diantara perjalanan mereka adalah bahwa ketuhanan itu bersih dari segala kebutuhan dan sebaik-baik manusia adalah berperangai dengan akhlak ketuhanan. Diantara pemimpin paham ini yang terkenal ialah Diogenes meninggal pada tahum 323 SM. Dia member pelajaran kepada kawan-kawannya supaya membuang beban yang ditentukan oleh ciptaan manusia dan perannya.
Adapun cyrenics berpendapat bahwa mencari kelezatan menjauhi kepediahn ialah satu-satunya tujuan yang benar untuk hidup, dan perbuatan itu dinamai utama bila timbul kelezatan yang lebih besar dari kepedihan. Tatkala Cynics berpendapat bahwa kebahagiaan itu menghilangkan kejahatan dan menguranginya sedapat mungkin. Cynics berpendapat bahwa kebahagiaan itu dalam mencari kelzaqtan dan mengutamakannya.
Plato pada 427-347 SM seornag ahli filsafat Athenadan murid dari Socrates. Pandangannya didalm akhlak berdasarkan teori contoh ideal, pendpaatnya bahwa dibelakang yang lahir ii ada alam lain ialah alam rohani dan dia pun berpendapat pula di dalam alam ruhani ini ada kekuatan bermacam-macam dan kekuatan itu timbul dari pertimbangan tundukknya kekuatan pada hukum akal, dia berpendapat bahwa poko-pokok keutamaan ada empat antara lain, hikmah/ kebijaksanaan, keberanian, keperwiraan dan keadilan.
Lalu datang aristoteles murid plato yang membangun satu faham yang khas yang mana pengikutnya disebut paripatetik karena mereka memberikan pelajaran sambil berjalan. Ia berpendapat bahwa tujuan akhir manusia mengenai segala perbuatannya adalah bahagia ia berpendpat bahwa jalan mencapai kebahagiaan adalah mempergunakan kekuatan akal pikiran sebaik-baiknya.
Lalu datang stoics berpendirian sebagai paham cynics paham ini banyak diikuti filsafat Yunani dan Romawi dan pengikutnya yang termasyhur adalah Scena, Epicurus, dan kaisar marcul orleus.
Pada akhir abad ketiga masehi tersebarlah kabar agama nasrani di eropa yang merubah pikiran manusia tentang akhlakl dan membawa poko-pokok akhlak yang tercantum dalam Taurat.
Akhlak pada Bangsa Arab (sebelum dan sesudah Islam)
Bangsa Arab pada zaman jahiliyyah tidak memiliki ahli-ahli filsafat yang mengajarkan pada aliran tertentu, sebagimana yang ada pada kalangan bangsa Yunani. Yang demikian itu karena penyelidikan ilmu tidak terjadi kecuali di Negara-negara maju, sedangkan bangsa arab pada masa itu masih jahiliyyah mereka hanya menyesuaikan ahli-ahli hikamat dan ahli syaiiir yang memerintahkan kebaikan dan mencegah kemunkaran. Setelah masukny isalm akhlak itu mesti didasarkan pada isi ajaran al qur’an dan hadis. Sedikit dari bangsa arab yang telah maju yang menyelidiki akhlak berdasarkan ilmu pengetahuan. Karena mereka telah merasa puas mengambil akhlak dari agama, mereka tidak merasa butuh kepada penyelidikan ilmiyah mengenai dasar nilai baik dan buruk. Oleh karena itu agama menjadi dasar kebanyakan buku-buku yang ditulis tentang akhlak.

B. Akhlak Mulia Rasulullah sebagai Uswatun Hasanah
Dalam hal akhlakul karimah, selayaknya kita meneladani akhlak beliau. Bahwa Rasulullah saw senantiasa banyak merendah dan berdoa sepenuh hati. Beliau selalu memohon kepada Allah swt agar menghias dirinya dengan adab-adab yang baik dan akhlak yang mulia. Didalam doanya RAsulullah mengatakan “ya Allah, baguskanlah untukku dan akhlakku”.
Diantara pebuatan baik adalah pergaulan yang baik, perbuatan mulia, perkataan yang lembut, mendermakan kebaikan, memberi makan, menyebarkan salam, mengunjungi orang muslim yang sakit baik yang berbuat baik maupun yang berbuat durhaka, mengantarkan jenazah orang muslim, bertetangga secara baik apakah itu muslim maupun kafir, dan lain-lain.
Anas r.a berkata “Rasulullah tidak membiarkan nasehat yang baik melainkan mengajak kami kepadanya dan menyuruh kami mengerjakannya. Beliau tidak membiarkna menipu atau mengatakan: mencela dan tidak pula membiarkan sesuatu melainkan mengingatkan kami dan melarang kami melakukannya. Dari semua itu cukuplah surat annahl ayat 90. Yang artinya:
 •                 
Artinya: “ Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl 90)
Akhlak Rasulullah menjadi pedoman bagi masyarakat sejak dulu hingga sekarang. Sifat beliau merupakan suatu tenaga yang mempertalikan antara anggota-anggota masyarakat itu dengan satu ikatan yang teguh, dan pimpinan beliau menjadi ilham kebaikan umat islam dari dahulu hingga sekarang.
C. Macam-macam Akhlak
1. Akhlakul Karimah
Akhlakul karimah atau akhlak yang mulia amat banyak jumlahnya, namun dapat dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, akhlak mulia itu dapat dibagi menjadi tiga bagian. Pertama akhlak mulia kepada Allah, kepada diri sendiri dan terhadap sesame manusia.
a. Akhlak terhadap Allah
Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifa-sifat terpuji demikian Agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikat pun tidak akan menjangkau hakikat-Nya.
Banyak alas an mengapa manusia harus berakhlak baik terhadap Allah. Diantaranya adalah hal-hal sebagai berikut:
 Karena Allah terlah menciptakan manusia dengan segala keistimewaan dan kesempurnaannya. Sebagai yang diciptakan sudah sepantasnya manusia berterimakasih kepada yang menciptakannya.
      
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS at-tiin: 4).
 Karena Allah telah memberikan perlengkapan panca indera hati nurani dan naluri kepada manusia. Semua potensi jasmani dan rohani amat tinggi nilainya, karena dengan potensi tersebut manusia dapat melakukan berbagai aktivitas dalam berbagai bidang kehidupan yang membawa pada kejayaan
    •            
Artinya: dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS an-nahl 78)
 Karena ALalh menyediakan berbagai bahan dan sarana kehidupan yang terdpat di bumi, seperti tumbuhan, air, udara, binatang dsb. Semua itu tunduk kepada kemauan manusia atau siap untuk dimanfaatkan.
                  •         •      
Artinya: Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia -Nya dan Mudah-mudahan kamu bersyukur. Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir. (QS. Al-JAtsiyah 12-13)
Dengan keterangan diatas sudah sepantasnya dan sewajarnya manusia berakhlak baik dan taat kepada Allah, dan alangkah tidak wajarbnya bila manusia durhaka terhadapa Allah.
“Hai anak Adam taatlah kamu kepada Tuhanmu niscaya kamu dinamakan orang yang berkal da janganlah kamu durhaka kepadaNya sehingga kamu dinamakan oragn yang Bodoh”. (HR. Abu Na’im)
b. Akhlak yang Baik terhadap Diri Sendiri
Selaku individu, manusi diciptakan oleh Allah swt dengan segala kelengkapan jasmaniayah dan rohaniyahnya. Ia diciptakan dengan dilengkapai rohani seperti akal pikiran, hati nurani, naluri dan kecakapan batiniyah atau bakat. Dengan kelengkapan rohani ini manusia dapat memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya secara konseptual dan terencana, dapat menimbang antara baik dan salah dapat memberikan kasih sayang yang selanjutnya dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebudayaan peradaban yang mengangkat harkat dan martabatnya.
Disamping itu seorang muslim juga beriman dan percaya bahwa yang dapat membersihkan jiwa dan menyelamatkannya iman yang baik, amal yang salih, sedangkan yang mengotori dan merusaknya adalah dampak negative dari kekafiran dan perbuatan maksiat.
Untuk menjalankan perintah Allah d an bimbingan Nabi Muhammad saw maka setiap umat islam harus berakhlak dan bersikap sebagai berikut:
1. hindarkan makanan beracun/ keras
2. hindarkan perbuatan yang tidak baik
3. memelihara kesucian jiwa
4. pemaaf dan pemohon maaf
5. sikap sederhana dan jujur
6. hindarkan perbuatan tercela
Manusia yang berakhlak baik terhadap dirinya sendiri adalah manusia yang terbina sumber dayanya secara optimal.
c. Akhlak Yang Baik Terhadap Sesama Manusia
Manusia adalah sebagai makhluk sisoal yang kelanjutan eksistensinya secara fungsional dan optimal banyak banyak bergantung pada orang lain. Untuk itu ia perlu bekerjasama dan saling tolong menolong dengan orang lain. Oleh karenanya ia perlu menciptakan suasana yang baik satu dan lalinnya sa;ing berakhlak yang baik. Caranya dapat dilakukan dengan memuliakannya, memberikan bantuan, pertolongan dan menghargainya.
2. Akhlak Madzmumah
Akhlak yang tercela secara umum adalah lawan atau kebalikan dari akhlak yang baik. Berdasarkan petunjuk islam, dijumpai berbagai macam akhlak tercela, diantaranya:
a. takabbur
b. berbohong
c. dengki
d. bakhil
D. Sendi-Sendi Akhlak
Akhlak dalam wujud pengembangannya dibedakan menjadi dua yaitu akhlak terpuji dan akhlak tercela. Jika ia sesuai dengan perintah Allah dan RasulNya yang kemudian menghasilkan akhlak terpuji, maka itulah yang dinamakan akhlak mahmudah.
Sedangkan jika ia sesuai dengan apa yang dilarang Allah dan RAsulnya dan melahirkan perbuatan yang buruk, maka itulah yang disebut sebagai akhlak madzmummah.
1. Akhlak Mulia
Tentang akhlak yang terpuji menurut Imam Al- Ghazali ada empat sendi yang cukup mendasarkan menjadi induk seluruh akhlak, yaitu:
a. kekuatan ilmu wujudnya adalah hikmah (kebijaksanaan), yaitu keadaan jiwa yang bias menentukan hal-hal yang benar diantara yang salah dalam urusan ikhtiyariyah (perbuatan yang dilaksanakan dengan pilihan dan kemauan sendiri)
b. kekuatan marah wujudnya adalah syaja’ah (berani) yaitu keadaan kekuatan amarah yang tunduk pada akal pada waktu dilahirkan atau dikekang.
c. Kekuatan nafsu syahwat wujudnya adalah ‘iffah (perwira) yaitu keadaan syahwat yang terdidik oleh akal dan syari’at agama
d. Kekuatan keseimbangan diantara kekuatan yang tiga diatas wujudnya ialah adil yaitu kekuatan jiwa yang dapat menuntun amarah dan syahwat sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh hikmah.
Dari empat sendi akhlak terpuji di atas akan lahir perbuatan-perbuatan seperti: jujur, suka memberi, tawadhu’, tabah, tinggi cita-cita, pemaaf, kasih saying terhdap sesama, berai dalam kebenaran, menghormati orang lain, sabar, pemalu, pemurah, memlihara rahasia, konaah, menjaga diri dalam ketaatan, dll.
2. Akhlak Tercela
Untuk akhlak tercela pun ada sendi-sendi yang patut diketahui yang menjadi sumber timbulnya perbuatan perbuatan yang tidak baik. Yaitu:
• khubsan wa jarbazah (keji dan pintar busuk)
• tahawwur (berani tapi sembrono), jubun (penakut) dan khauran (lemah)
• syarhan (rakus) dan jumud
• zalim
Keadaan ini adalah pangkal yang menetukan corak hidup manusia.
E. Hukum-Hukum Akhlak
Akhlak adalah sifat yang harus dimiliki setiap muslim ketika sedang melakukan aktivitas. Sifat tersebut berkaitan dengan kativitas yang dilakukan atau ditinggalkan oleh seseorang. Sifat tersebut ada yang hasan (terpuji), qabih (tercela) dan ada yang khayr (baik) dan syarr (buruk). Dalam hal ini silam telah mengatur sifat perbuatan tersebut dalamkonteks hubungan manusia dengan dirinya. Artinya, bagaimana seseorang memperhatikan kesempurnaan perbuatannya dengan menjadikan sifat tertentu sebagai sifat perbuatannya. Semua itu telah diatur oleh islam dalam bentuk hokum syara’ yang spesifik, dan tidak diserahkan kepada manusia itu sendiri untuk menentukannya. Sebab, jika diserahkan kepada manusia untuk menentukan sendiri sifat perbuatannya, apsti dia hanya akan melihat dari aspek yang menguntungkan atau merugikan bagi dirinya. Ini artinya, jika hal itu menguntungkan, ia dianggap baik dan sebaliknya jika merugikan, ia dianggap buruk. Disisi lain, ia akan menggunakan standard benda sebagai standar terpuji dan tercela, seperti manis digambarkan dengan baik, sedangkan pahit akan digambarkan dengan buruk. Meskipun masalah sifat tersebut ditetapkan oleh syara’, tetapi syari’at islam tidak banyak membahas hokum tersebut secara detail.
Dilihat dari aspek cirri khasnya: ada beberapa cirri khas yang ditetapkan oleh Allah swt dalam maslaah akhlak ini antara lain:
1. Akhlak tidak bisa dipisahkan dari hokum syara’, termasuk semua bentuk ketentuan hukum syara’ yang lain. Seperti khusu’ adalah sifat perbuatan orang yang sedang mengerjakan sholat, yang tidak ada pada orang diluar sholat. Jujur, amanah dan menunaikan janji adalah sifat perbuatan orang yang melakukan mu’ammalah (berhubungan dengan orang lain).
2. Akhlak juga tidak bias didasarkan pada ‘illat, sehingga tidak ada satu ‘illat pun dalam masalah akhklak. Jujur, amanah dan menunaikan janji diperintahkan semata-mata karena hukumya adalah wajib menurut syara’, yang kewaibannya telah ditentukan oleh nash, bukan disebabkan adanya ‘illat tertentu. Maka kejujuran, amanah dan menepati janji tersebut tidak bias dilandaskan oleh seorang muslim karena keuntungan material, atau mengharapkan pujian orang dan sebagainya.
3. Akhlak juga tunduk pada manfaat tertentu. Sebab, orang yang melakukan hukum akhlak kadang-kadang malah mendapatkan kerugian, bukan keuntungan. Contoh, sifat berani dan menentang ketika mengingatkan penguasa yang zalim adalah sifat pengemban dakwah yang mulia. Sesuatu yang bias mengakibatkan orang tersebu6t menemui ajalnya. Sebagimana sebda Nabi Saw:
“ penghulu para syahid adalah Hamzah bin ‘Abdul Muthollib, serta orang yang berdiri didepan penguasa dzalim, lalu memerintahkan (kema’rufan) dan mencegah (kemunkaran) atasnya, kemudian dia pun membunuhnya.” (HR. Hakim dari Jabir).
4. Akhlak sama dengan akidah. Akhlak merupakam tuntunan fitrah manusia. Memuliakan tamu dan mebmantu orang yang memerlukan adlah sangat selaras dengan fitrah manusia yaitu naluri mempertahankan diri. Khusu’ dan tawaddu’ juga selaras dengan fitrah manusia yaitu naluri beragama. Kasih sayang dan keta’atan juga sesuai dengan fitrah manusia yaitu naluri menyayangi.

Dari aspek pengaruh: jika sifat perbuatan (akhlak) tersebut dimiliki oleh seorang muslim ketika melakukan aktivitas, maka akan mempunyai pengaruh yang signifikan, antara lain:
1. Melaksanakan akhlak dengan taklif syar’I yang lain akan menjadikan seorang muslim memiliki kepribadian yang khas ketika berinteraksi dengan khalayak ramai. Mereka pun percaya dengan kata-kata dan perbuatannya.
2. Akhlak akan bias menumbuhkan kasih sayang dan sikap hormat khususnya antara sesama anggota keluarga, dan umumnya dengan aggota masyarakat.
3. Orang yang mempunyai sifat perbuatan (akhak) yang terpuji akan mendapatkan pahala yang banyak disisi Allah swt di akhirat. Bahkan orang yang mempunyai akhlak yang mulia didunia akan dekat dengan Rasulullah saw di akhirat. Sabda baginda Nabi:
“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai diantara kalian, dan lebih dekat kepada ku temmpatnya di hari kiamat adalah siapa saja yang diantara kalian yang paling baik akhlaknya.” (HR Bukhori).







DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Hafidz. 2004. Dirkursus Islam Politik Spiritual. Bogor: Al-Azhar Press.
Ardani. 2001. Akhlak Tasawwuf. Jakarta: CV. Karya Mulia.